"
Bambang Ekalaya (Palgunadi) - "Nggak pake belajar Formal" alias belajar sendiri (otodidak) tapi ilmunya lebih tinggi dari yg belajar formal" -
@bennybendz
Balajar ilmu itu nggak harus ndatengin guru, di Sekolah ataupun
Kuliah. Tapi bisa dimana saja, yang penting punya kemauan. Bagi yang nggak punya kesepatan
Kuliah nggak usah minder. Masih bisa belajar dan cari ilmu sendiri. Nenek moyang kita udah ngajarin lewat Wayang. Lewat lakon
Palgunadi atau
Bambang Ekalaya. Dia nggak diterima jadi murid
Resi Drona (Durna) karena status sosial, tapi dia nggak patah semangat untuk belajar ilmu
keprajuritan. Dia membuat patung mirip Durna dari batu, dan tekun berlatih di depan patung itu. Dan alhasil, ilmunya malah lebih tinggi dibanding
Arjuna, murid kesayangan
Resi Drona.
Ini kisah selengkapnya, dari berbagai Versi. Mahabarata, Pewayangan Jawa, dan R.A Kosasih.
Bambang Ekalaya versi Mahabharata
Ekalaya adalah seorang pangeran dari kaum Nisada. Kaum ini adalah
kaum yang paling rendah yaitu kaum pemburu, namun memiliki kemampuan
yang setara dengan Arjuna dalam ilmu memanah. Bertekad ingin menjadi
pemanah terbaik di dunia, lalu ia pergi ke Hastina ingin berguru kepada
bhagawan Drona. Tetapi ditolaknya.
Penolakan Sang Guru
Keinginannya yang kuat untuk menimba ilmu panah lebih jauh, menuntun
dirinya untuk datang ke Hastina dan berguru langsung pada Drona. Namun
niatnya ditolak, dikarenakan kemampuannya yang bisa menandingi Arjuna,
dan keinginan dan janji Drona untuk menjadikan Arjuna sebagai
satu-satunya ksatria pemanah paling unggul di jagat raya, yang mendapat
pengajaran langsung dari sang guru. Ini menggambarkan sisi negatif dari
Drona, serta menunjukkan sikap pilih kasih Drona kepada murid-muridnya,
dimana Drona sangat menyayangi Arjuna melebihi murid-murid yang lainnya.
Belajar dibawah bayangan patung Sang Guru
Penolakan sang guru tidak menghalangi niatnya untuk memperdalam ilmu
keprajuritan, ia kemudian kembali masuk kehutan dan mulai belajar
sendiri dan membuat patung Drona serta memujanya dan menghormati sebagai
seorang murid yang sedang menimba ilmu pada sang guru. Berkat
kegigihannya dalam berlatih, Ekalaya menjadi seorang prajurit yang gagah
dengan kecapakan yang luar biasa dalam ilmu memanah, yang sejajar
bahkan lebih pandai daripada Arjuna, murid kesayangan Drona. Suatu hari,
ditengah hutan saat ia sedang berlatih sendiri, ia mendengar suara
anjing menggonggong, tanpa melihat Ekalaya melepaskan anak panah yang
tepat mengenai mulut anjing tersebut. Saat anjing tersebut ditemukan
oleh para Pandawa, mereka bertanya-tanya siapa orang yang mampu
melakukan ini semua selain Arjuna. Kemudian mereka melihat Ekalwya, yang
memperkenalkan dirinya sebagai murid dari Guru Drona.
Pengorbanan seorang murid
Mendengar pengakuan Ekalaya, timbul kegundahan dalam hati Arjuna, bahwa
ia tidak lagi menjadi seorang prajurit terbaik, ksatria utama. Perasaan
gundah Arjuna bisa dibaca oleh Drona, yang juga mengingat akan janjinya
pada Arjuna bahwa hanya Arjuna-lah murid yang terbaik diantara semua
muridnya. Kemudian Drona bersama Arjuna mengunjungi Ekalaya. Ekalaya
dengan sigap menyembah pada sang guru. Namun ia malahan mendapat amarah
atas sikap Ekalaya yang tidak bermoral, mengaku sebagai murid Drona
meskipun dahulu sudah pernah ditolak untuk diangkat murid. Dalam
kesempatan itu pula Drona meminta Ekalwya untuk melakukan Dakshina,
permintaan guru kepada muridnya sebagai tanda terima kasih seorang murid
yang telah menyelesaikan pendidikan. Drona meminta supaya ia memotong
ibu jarinya, yang tanpa ragu dilakukan oleh Ekalaya serta menyerahkan
ibu jari kanannya kepada Drona, meskipun dia tahu akan akibat dari
pengorbanannya tersebut, ia akan kehilangan kemampuan dalam ilmu
memanah. Ekalaya menghormati sang guru dan menunjukkan “Guru-bhakti”.
Namun tidak setimpal dengan apa yang didapatkannya yang akhirnya
kehilangan kemampuan yang dipelajari dari “Sang Guru”. Drona lebih
mementingkan dirinya dan rasa ego untuk menjadikan Arjuna sebagai
prajurit utama dan tetap yang terbaik.
Kematian sang prajurit
Kematian Ekalaya termuat dalam Srimad Bhagavatha. Ekalaya bertempur
untuk Raja Jarasandha dalam peperangan melawan Sri Krishna dan Balarama,
dan terbunuh dalam pertempuran oleh pasukan Yadawa.
Bambang Ekalaya versi pewayangan Jawa
Ekalaya atau Ekalaya atau Ekalya dalam kisah Mahabharata, dalam
cerita pedalangan dikenal pula dengan nama Palgunadi, adalah raja negara
Paranggelung. Ekalaya mempunyai isteri yang sangat cantik dan sangat
setia bernama Dewi Anggraini, putri hapsari/bidadari Warsiki.
Ekalaya seorang raja kesatria, yang selalu mendalami olah
keprajuritan dan menekuni ilmu perang. Ia sangat sakti dan sangat mahir
mampergunakan senjata panah. Ia juga mempunyai cincin pusaka bernama
Mustika Ampal yang menyatu dengan ibu jari tangan kanannya. Ekalaya
berwatak; jujur, setia, tekun dan tabah, sangat mencintai istrinya.
Ekalaya adalah seseorang yang gigih dalam menuntut ilmu. Suatu ketika
Prabu Ekalaya mendapatkan bisikan ghaib untuk mempelajari ilmu atau
ajian Danurwenda yang kebetulan hanya dimiliki oleh Resi Drona.
Sedangkan Sang Resi sudah berjanji tidak akan mengajarkan ilmu tersebut
kepada orang lain melainkan kepada para Pandawa dan Kurawa saja. Dengan
kegigihannya Prabu Ekalaya belajar sendiri dengan cara membuat patung
Sang Resi dan belajar dengan sungguh-sungguh sehingga berhasil menguasai
ajian tersebut.
Istri Prabu Ekalaya sangat cantik jelita sehingga membuat Arjuna
berhasrat padanya, Dewi Anggraini mengadukan hal tersebut kepada
suaminya sehingga terjadi perselisihan dengan Arjuna. Prabu Ekalaya
mempertahankan haknya sehingga bertarung dengan Arjuna yang menyebabkan
Arjuna sempat mati yang kemudian dihidupkan kembali oleh Prabu Batara
Sri Kresna
Dalam perselisihannya dengan Arjuna, Ekalaya ditipu untuk merelakan
ibu jari tangan kanannya dipotong oleh ‘patung’ Resi Drona, yang
mengakibatkan kematiaannya karena cincin Mustika Ampal lepas dari
tubuhnya. Menjelang kematiaanya, Ekalaya berjanji akan membalas
kematiannya pada Resi Drona.
Dalam perang Bharatayuda kutuk dendam Ekalaya menjadi kenyataan.
Arwahnya menyatu dalam tubuh Arya Drestadyumena satria Pancala, yang
memenggal putus kepala Resi Drona hingga menemui ajalnya.
Bambang Ekalaya / Palgunadi versi R.A Kosasih
Akisah seorang ksatria bernama Bambang Ekalaya mencari ilmu memanah
yang bernama Danuweda. Hanya satu orang yang memiliki ajian ini yaitu
Resi Dorna dari Hastinapura. Tetapi Resi Dorna telah berjanji bahwa dia
tidak akan mengajar kepada orang lain kecuali putra2 Hastina. Ketika
Bambang Ekalaya datang memohon berguru kepada Resi Dorna, diapun
ditolak. Kecewa karena ditolak, Bambang Ekalaya tidak menyerah dan
membuat patung Resi Dorna dan berguru panah kepada patung itu. Dengan
tekunnya Bambang Ekalaya berguru sehingga akhirnya diapun menguasai aji
Danuweda.
Suatu ketika, Para Kurawa dan Pandawa sedang berburu dan mereka
melihat sebuah celeng yang mati dengan mulut penuh panah. Tapi panah2
itu tidak dilepaskan satu per satu melainkan sekaligus, yang merupakan
ciri khas dari aji Danuweda. Pandawa dan Kurawa menjadi bingung dan
mencari ksatria yang memanah celeng tersebut. Setelah dicari mereka
bertemu dengan Bambang Ekalaya dan oleh Arjuna ditanyakan kepada siapa
berguru di memanah, Bambang Ekalaya menjawab Resi Dorna. Terkejut oleh
jawaban Bambang Ekalaya, Arjuna membawa celeng itu kehadapan gurunya
resi Dorna untuk meminta penjelasan mengapa sang resi telah mengajarkan
ilmu itu kepada orang lain yang bukan putra Hastina (kalau tidak salah
hanya 2 orang di Hastinapura yang mampu menguasai ajian ini, Arjuna dan
Karna). Resi Dornapun terkejut hatinya ketika melihat bahwa ada orang
lain yang memilik aji Danuweda tanpa sepengetahuannya, sang resi meminta
Pandawa dan Kurawa untuk menunjukkan tempat ksatria tersebut.
Bambang Ekalaya sangat gembira ketika melihat gurunya datang. Resi
Dornapun terkejut dan bertanya mengapa Bambang Ekalaya bisa menguasai
aji Danuweda tanpa diajari apapun olehnya. Bambang Ekalaya pun
menunjukkan patung Resi Dorna yang dibuatnya dan menjelaskan bahwa dia
berlatih memanah setiap saat dibawah pengawasan patung tersebut. Resi
Dorna menjadi marah ketika mengetahui hal tersebut dan tetap tidak mau
mengakui Bambang Ekalaya sebagai muridnya. Bambang Ekalaya menjawab
bahwa dia tidak pantas berguru langsung dari Resi Dorna dan patungnya
saja sudah lebih dari cukup untuk berguru. Karena kesal, terbesit sebuah
rencana di hati Resi Dorna untuk mencegah Bambang Ekalaya. Resi Dorna
akan mengakui Bambang Ekalaya sebagai muridnya jika dia mempersembahkan
kedua jempolnya.
Bambang Ekalaya sangat gembira mendegar hal ini dan memotong kedua
jempolnya tanpa pikir2. Setelah dipotong kedua jempolnya dipersembahkan
kepada Resi Dorna. Resi Dorna berkata bahwa Bambang Ekalaya tidak akan
bisa lagi memegang panah karena kedua jempolnya telah tidak ada. Bambang
Ekalaya menjawab bahwa dia rela demi menjadi murid Resi Dorna. Resi
Dorna pun menyuruh Bambang Ekalaya pulang karena dia tidak akan
mengajarkan apapun kepadanya. Mematuhi perintah gurunya, Bambang Ekalaya
pun kembali ke tempat asalnya.
--
Ketika para pendawa telah menetap di Indrapasta, Bambang Ekalaya
ingin memberi persembahan kepada gurunya Resi Dorna di Hastinapura untuk
memberitahukan bahwa Bambang Ekalaya kini telah menikah dan menjadi
seorang raja. Bambang Ekalaya kemudian mengirim istrinya dikawal
beberapa ponggawa untuk membawa persembahan ini. Dalam perjalanan mereka
diserang oleh sekelompok raksasa yang membunuh seluruh ponggawa. Istri
Bambang Ekalaya berhasil melarikan diri tapi para raksasa terus
mengejar. Ketika melarikan diri, terlihat seorang ksatria sedang bertapa
di gua yaitu Arjuna. Istri Bambang Ekalaya lupa tata krama dan segera
masuk kedalam gua tempat Arjuna bertapa. Tapa Arjuna jadi terganggu dan
terbangun dari tapanya. Ketika melihat sang putri cantik yang dikejar2
oleh raksasa, Arjuna segera mengambil busur dan panahnya dan dalam
sekejap menumpas gerombolan raksasa. Setelah selesai menumpas raksasa2,
Arjuna menjadi tertarik oleh istri Bambang Ekalaya yang cantik.
Arjunapun lupa tata krama karena birahinya telah memuncak walaupun
telah dijelaskan siapa sang putri itu sebenarnya. Arjuna mengejar sang
putri ke pinggir tebing dimana sang putri memilih melompat, Arjuna
menjadi terkejut melihat hal ini dan menyesali tindakannya. Untungnya,
ibu sang putri yang merupakan seorang dewi turun dari kahyangan untuk
menolong putrinya. Istri Bambang Ekalayapun dibawa kembali ke hadapan
Bambang Ekalaya oleh sang ibu, ketika ditanya apa yang terjadi
dijelaskan bahwa Arjuna telah lupa tata krama dan berusaha mendekati
istrinya. Bambang Ekalaya menjadi marah dan bertekad untuk membunuh
Arjuna.
Ketika sampai di Indrapasta, Bambang Ekalaya segera menantang Arjuna
untuk bertarung. Saat itu, Sri Kresna sedang bertamu di Indrapasta dan
mendegar tantangan tersebut dirinya segera sadar bahwa Arjuna akan
perlaya jika bertarung melawan Bambang Ekalaya. Sebagai raja yang adil
dan bijaksana, Yudistira menolak untuk melibatkan kerajaan Indrapasta
kedalam masalah ini sehingga dia menyuruh Arjuna untuk mengatasi masalah
ini sendiri dan tidak menyeret2 nama Indrapasta dan juga para Pendawa.
Arjuna juga sadar atas kesalahannya dan menerima tantangan Bambang
Ekalaya. Ketika bitotama, ternyata Bambang Ekalaya masih cekatan
walaupun dia tidak memiliki kedua jempolnya. Berkali2 Bambang Ekalaya
terjatuh mati terkena serangan Arjuna tapi dia tidak bisa mati karena
Bambang Ekalaya memilik cincin pusaka Ampal di jarinya yang melindungi
dari segala marabahaya dan memberi kesaktian ajian Ampal yang akan
membunuh musuhnya jika ditamparkan ke arah musuhnya dari jauh. Ketika
Bambang Ekalaya menggunakan ajian Ampal, Arjuna pun segera terjatuh dari
kudanya tak bernyawa. Sri Kresna segera memunculkan diri untuk
mengambil jenasah Arjuna dan membawanya kembali. Setelah dibawa kembali,
Sri Kresna mengeluarkan Aji Wijayakusumah untuk menghidupkan Arjuna
kembali. Arjuna yang dihidupkan kembali menyesal karena dia telah rela
mati daripada mencoreng nama Pendawa dari sikap ksatria. Tetapi oleh Sri
Kresna dijelaskan bahwa tenaga Arjuna masih diperlukan oleh Pendawa di
masa depan ketika terjadi perang besar antara kebaikan melawan
kejatahan. Arjuna kemudian kembali berkata bahwa dia tidak rela hidup
selama Bambang Ekalaya masih hidup. Oleh Sri Kresna kemudian dijelaskan
cerita tentang kesaktian cincin Ampal yang dimiliki Bambang Ekalaya.
Kemudian oleh Sri Kresna dijelaskan rencana untuk mengalahkan Bambang
Ekalaya kepada Arjuna. Di malam hari, Sri Kresna dan Arjuna menggunakan
aji Halimunan untuk menyelinap ke perkemahan Bambang Ekalaya, para
ponggawa tertidur nyenyak terkena Aji Sirep Sri Kresna.
Bambang Ekalaya masih belum tidur karena sedang bersemedi di hadapan
patung Dorna yang selalu dibawanya kemana saja. Sri Kresna kemudian
menyamar menjadi Dorna melalui patung tersebut dan berkata bahwa Bambang
Ekalaya telah bersalah karena telah membunuh murid kesayangannya
Arjuna. Sri Kresna patung Dorna kemudian meminta cincin wasiat yang
telah membunuh Arjuna untuk diletakkan di pangkuannya. Bambang Ekalaya
yang gembira karena mendegar suara gurunya segera mematuhi perintah
Dorna dan meletakkan cincin pusaka itu dipangkuannya. Setelah dilepas,
Arjuna mengambil keris Bambang Ekalaya yang kemudian ditusukkan kepada
empunya sendiri sehingga terlihat bahwa Bambang Ekalaya telah bunuh
diri. Sri Kresna dan Arjuna pun meninggalkan perkemahan Bambang
Ekalaya.Dari situ arwah Bambang Ekalaya menuntut balas kepada Resi Dorna
yang dikira telah membunuhnya. Arwahnya kemudian menitis kepada
Drestajumena yang di Bharatayuda memenggal Resi Dorna.
Sumber: http://wayang.wordpress.com