Kamis, 16 Mei 2013

WAYANG KULIT - Mahakarya Seni Pertunjukan Jawa

Wayang kulit adalah seni pertunjukan yang telah berusia lebih dari setengah milenium. Kemunculannya memiliki cerita tersendiri, terkait dengan masuknya Islam di tanah Jawa. Salah satu anggota Wali Songo menciptakannya dengan mengadopsi Wayang Beber yang berkembang pada masa kejayaan Hindu-Budha. Adopsi itu dilakukan karena wayang terlanjur lekat dengan orang Jawa sehingga menjadi media yang tepat untuk dakwah menyebarkan Islam. Alhasil, diciptakan wayang kulit dimana orang hanya bisa melihat bayangan.

Pagelaran wayang kulit dimainkan oleh seorang yang kiranya bisa disebut penghibur publik terhebat di dunia. Bagaimana tidak, selama semalam suntuk, sang dalang memainkan seluruh karakter aktor wayang kulit yang merupakan orang-orangan berbahan kulit kerbau dengan dihias motif hasil kerajinan tatah sungging (ukir kulit). Ia harus mengubah karakter suara, berganti intonasi, mengeluarkan guyonan dan bahkan menyanyi. Untuk menghidupkan suasana, dalang dibantu oleh musisi yang memainkan gamelan dan para sinden yang menyanyikan lagu-lagu Jawa.


Tokoh-tokoh dalam wayang keseluruhannya berjumlah ratusan. Orang-orangan yang sedang tak dimainkan diletakkan dalam batang pisang yang ada di dekat sang dalang. Saat dimainkan, orang-orangan akan tampak sebagai bayangan di layar putih yang ada di depan sang dalang. Bayangan itu bisa tercipta karena setiap pertunjukan wayang memakai lampu minyak sebagai pencahayaan yang membantu pemantulan orang-orangan yang sedang dimainkan.



Setiap pagelaran wayang menghadirkan kisah atau lakon yang berbeda. Ragam lakon terbagi menjadi 4 kategori yaitu lakon pakem, lakon carangan, lakon gubahan dan lakon karangan. Lakon pakem memiliki cerita yang seluruhnya bersumber pada perpustakaan wayang sedangkan pada lakon carangan hanya garis besarnya saja yang bersumber pada perpustakaan wayang. Lakon gubahan tidak bersumber pada cerita pewayangan tetapi memakai tempat-tempat yang sesuai pada perpustakaan wayang, sedangkan lakon karangan sepenuhnya bersifat lepas.




Cerita wayang bersumber pada beberapa kitab tua misalnya Ramayana, Mahabharata, Pustaka Raja Purwa dan Purwakanda. Kini, juga terdapat buku-buku yang memuat lakon gubahan dan karangan yang selama ratusan tahun telah disukai masyarakat, seperti: Abimanyu kerem, Doraweca, Suryatmaja Maling dan sebagainya. Diantara semua kitab tua yang dipakai, Kitab Purwakanda adalah yang paling sering digunakan oleh dalang-dalang dari Kraton Yogyakarta.

Pagelaran wayang kulit dimulai ketika sang dalang telah mengeluarkan gunungan. Sebuah pagelaran wayang semalam suntuk gaya Yogyakarta dibagi dalam 3 babak yang memiliki 7 jejeran (adegan) dan 7 adegan perang.
  • Babak I, disebut Pathet Lasem, memiliki 3 jejeran dan 2 adegan perang yang diiringi gending-gending pathet lasem.
  • Babak II, Pathet Sanga yang memiliki 2 jejeran dan 2 adegan perang.
  • Babak III, Pathet Manura yang mempunyai 2 jejeran dan 3 adegan perang.
Salah satu bagian yang paling dinanti banyak orang pada setiap pagelaran wayang adalah Gara-gara (Goro-goro) yang menyajikan guyonan-guyonan khas Jawa.

sumber : 
http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-cultural-performance/wayang-kulit-show/

*) Edited by:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar