Dia lah "KARNA".
...yang terus membawa busurnya,
Sampai orang memuja lesatan panahnya.
Keangkuhannya tak sengaja dipupuk Adirata —ayahnya, kusir
istana— yang selalu menyuruhnya meletakkan busurnya,
"Karena kamu —Suta (Baca: Kasta Suta)— tak pernah bisa
jadi Ksatria", katanya.
Bukan Karna namanya, kalau harus menyerah.
Mengembara keluar dari Kastanya, menelusuri jari dirinya.
Dari ditolak guru Drona,
Sampai mengaku sebagai Brahma demi belajar ilmu dari
Parhasurama.
Kemalangan akan datang karena dustanya, gurunya sendiri yang
katakan.
"Kebohongan adalah tanda kelemahan", berkatalah ia
dalam kemarahan dan kecewa sebelum Karna diusirnya.
•••
Ambisi terus mendorongnya sampai ke Gelanggang turnamen
Pandawa–Kurawa.
Kelancangannya melepas panah di atas Arjuna —Penengah
Pandawa,
Membuatnya mendapat tempat di hati Kurawa —Khususnya
Duryudana.
Sikapnya telah menantang Calon Putra Mahkota Astina Pura —Arjuna,
pemenang turnamen itu.
Duel telah mereka sepakati.
Tetapi seorang mengungkap siapa Karna dan berkata,
"Suta tidak bisa sejajar dengan Ksatria".
Tak tahan dihina asal-usulnya,
Duryudana anugerahkan Kerajaan Angga (Awangga) —jajahan
Astina Pura— kepadanya.
Dengan penuh kepentingan terhadapnya —yaitu menghimpun
sekutu melawan Pandawa.
Kesempatan yang datang di atas kekecewaan yang panjang,
Telah menggelapkan mata Sang Karna.
Sampai akhir hayat,
Di bawah kaki Sang Duryudana.
Janji telah disaksikan semesta.
Sang Ksatria tidak boleh lupa.
•••
Lesatan panah mulai berpaut,
Dan ada yang terkejut.
Ibunda Pandawa teringat kesalahan di massa lalu —bayi malang
yang ia buang telah tumbuh menjadi Ksatria tangguh.
Wanita mulya ini berat untuk membuka apa yang akan menjadi
aibnya.
Kunti, tak kuasa melihat darah daging pertamanya, memilih
kubu yang salah —Kurawa.
…bersambung
oleh @bennybendz On Twitter
24.05.14