Selasa, 02 Juni 2015

ADAKAH ANAK YANG TERLAHIR PERILAKUNYA BERMASALAH?



"Ayah Edy Please Help.....

Dear ayah edy, namaku Valerina (Bukan nama sesungguhnya) , aku ada sedikit masalah dengan anakku Joshua (bukan nama sesungguhnya), dulu waktu masi batita he looks so nice, tapi belakangan ini prilakunya sehari2 makin kurang baik, he turn in to a bad boy now, ia sekarang lebih sering memaksakan kehendak dan jika tidak di turuti marah dan sering kali mengamuk, terutama bila di ajak pergi ke tempat2 umum. Saya sering kali malu dibuatnya. I almost give up ayah, Please help me how to handle his attitude. Thank you so much fyh."

Dear bu Valerina,

Anak-anak terlahir dengan membawa sifat dasar yg sangat berbeda2, ada yg ceria tapi ada juga yg pendiam, ada yg lemah lembut tapi ada juga yg keras, ada yg suka tersenyum tapi ada juga yg mudah menangis. Sebagian dari sifat2 dasar bawaan lahir ini di turunkan langsung melalui kromosom dari kedua orang tuanya atau mungkin juga dari nenek dan kakeknya.

Seiring dengan bertambahnya usia anak mulai mengembangkan sifat dasar bawaan lahirnya melalui proses interaksi yg terjadi dalam “proses pola asuh” dari orang tua atau apa yg di lihat dan di dengar anak.

Anak akan mencontoh langsung dari keseharian pola asuh orang tuanya juga tontonan2 di televisi. Manakala orang tuanya mengasuh dengan cara yg kurang tepat maka prilaku anakpun akan berkembang ke arah yg kurang baik, begitu pula jika kita memberikan tontonan televisi yg kurang baik maka prilaku anakpun akan mencontoh apa yg dilihatnya di televisi tersebut. (Penting untuk menseleksi tontonan TV yang sehat bagi anak)

Pada dasarnya prilaku anak yg keras dan tidak mudah di atur itu sangat baik, artinya secara bawaan lahir si anak punya bakat untuk menjadi pemimpin, perhatikanlah rata2 pemimpin di perusahaan adalah orang yg tidak mudah di atur dan keras. Hanya saja kerasnya perlu kita arahkan pada hal-hal yg positif sehingga menjadi ”berpendirian teguh” dan tidak mudah terpengaruh hal-hal buruk.

Anak yg keras ibarat seorang Manager kecil dalam rumah, maka ia hanya akan mau bekerjasama dan menuruti Direkturnya atau orang tua yang pandai memimpinnya. Jadi kuncinya adalah kita harus menjadi Direktur bagi sang manager kecil di rumah.

Anak dengan tipe manager ini perlu teknik khusus dalam mendidiknya, yang pertama anak2 manager menyukai orang tua yg SEDIKIT BICARA tapi JELAS APA MAUNYA dan sangat kurang menghormati orang tua yg TERLALU BANYAK BICARA tapi tidak jelas isinya dan maunya. Jadi kurangi bicara kita, jelaskan apa yg kita harapkan darinya POINT PER POIN dan juga jelaskan tentang hal-hal apa saja yg kita tidak ingin dia ulangi lagi.

Yang kedua anak dengan tipe Manager menyukai sistem didik REWARD DAN KONSEKUENSI/”PUNISHMENT”. Jadi pada saat kita sedang duduk santai coba susun dan tuliskan apa saja hal-hal yg di sukai anak kita seperti main game, main sepeda, nonton channel kesukaan dsb. Gunakan daftar ini untuk mekanisme reward dan punishment. Misalnya jika dia tidak kooperatif atau memaksa maka dia tidak akan bisa menonton channel kesukaanya selama 1 hari ini. Dsb. Jangan pernah memberikan ”Punishment” pada saat kita sedang marah karena cenderung terlalu keras dan menyakiti hati atau fisiknya. Jika sudah kembali sadar biasanya punishment yang terlalu keras sering kali kita batalkan sendiri dan akhirnya anak kita tidak percaya lagi pada ucapan orang tuanya. (Ingat prinsip kepemimpinan adalah being Trusted atau bisa percaya ucapannya)

Upayakan reward dan konsekuansi atau punishment untuk mengurangi dan meniadakan hal2 yg ia sukai dan bukan memberikan hukuman yg bersifat melukai hati atau fisiknya.

Anak tipe Manager biasanya cukup cerdas untuk menimbang antara hasil dan effort yg harus di lakukan. Oleh sebab itu gunakan teknik Eskalasi, artinya jika kelihatannya satu reward tidak menarik lagi baginya mungkin bisa di gunakan reward yg lebih menarik, dan sebaliknya jika kelihatannya satu punishment kurang membuatnya berubah maka naikkan eskalasinya, gunakan ”punishment” yg lebih membuatnya kurang nyaman.

Salah satu tipe anak Manager adalah sering menguji Konsitensi antara ucapan dan tindakan orang tuanya. Pada saat sebuah aturan main atau kesepakatan di terapkan pertama kalinya biasanya tidak langsung mau dia patuhi, ia coba melanggarnya di awal, untuk menguji apakah benar orang tuanya konsisten melaksanakanya, atau jangan2 hanya gertak sambal belaka. Maka jadilah orang tua yg konsisten antara apa yg di ucapkan dengan tindakan. Lakukan dengan tegas apa yang kita sudah ucapkan tanpa kompromi.

Sifat lainnya dari seorang anak tipe Manager adalah suka menegosiasikan hukuman, baik menegosiasikan bebannya atau menegosiasikan waktu pelaksanaanya. Maka jadilah orang tua yg tegas. Katakan TIDAK ADA KOMPROMI, lakukan sekarang juga ! Tegas tidak sama dengan marah, tegas berada satu level di bawah marah, tegas adalah pada saat AKAL kita masih lebih menguasai EMOSI sedangkan saat marah Emosi kita jauh lebih menguasai akal. Jadi orang marah sering melakukan tindakan yang tidak masuk akal.

Penting bagi kita untuk menetapkan aturan main secara jelas dan di pahami oleh anak, agar kejadian yg sama tidak terulang dan terulang lagi. Aturan yg jelas dan tegas akan membuat anak-anak kita tahu bagaimana berbuat benar baik di rumah ataupun di tempat umum.

Sabtu, 07 Maret 2015

Syair Tukang Bakso - Emha Ainun Nadjib

SEBUAH pengajian yang amat khusyu' di sebuah masjid kaum terpelajar, malam itu, mendadak terganggu oleh suara dari seorang tukang bakso yang membunyikan piring dengan sendoknya.

Pak Ustad sedang menerangkan makna khauf, tapi bunyi ting-ting-ting-ting yang berulang-ulang itu sungguh mengganggu konsentrasi anak-anak muda calon ulil albab yang pikirannya sedang bekerja keras.

"Apakah ia berpikir bahwa kita berkumpul di masjid ini untuk berpesta bakso!" gerutu seseorang.

"Bukan sekali dua kali ini dia mengacau!" tambah lainnya, dan disambung - "Ya, ya, betul!"

"Jangan marah, ikhwan," seseorang berusaha meredakan kegelisahan, "ia sekedar mencari makan ..."

"Ia tak punya imajinasi terhadap apa yang kita lakukan!" potong seseorang yang lain lagi.

"Jangan-jangan sengaja ia berbuat begitu! Jangan-jangan ia minan-nashara!" sebuah suara keras.

Tapi sebelum takmir masjid bertindak sesuatu, terdengar suara Pak Ustadz juga mengeras: "Khauf, rasa takut, ada beribu-ribu maknanya. Manusia belum akan mencapai khauf ilallah selama ia masih takut kepada hal-hal kecil dalam hidupnya. Allah itu Mahabesar, maka barangsiapa takut hanya kepadaNya, yang lain-lain menjadi kecil adanya."

"Tak usah menghitung dulu ketakutan terhadap kekuasaan sebuah rezim atau peluru militerisme politik. Cobalah berhitung dulu dengan tukang bakso. Beranikah Anda semua, kaum terpelajar yang tinggi derajatnya di mata masyarakat, beranikah Anda menjadi tukang bakso? Anda tidak takut menjadi sarjana, memperoleh pekerjaan dengan gaji besar, memasuki rumah tangga dengan rumah dan mobil yang bergengsi: tapi tidak takutkah Anda untuk menjadi tukang bakso? Yakni kalau pada suatu saat kelak pada Anda tak ada jalan lain dalam hidup ini kecuali menjadi tukang bakso? Cobalah wawancarai hati Anda sekarang ini, takutkah atau tidak?"

"Ingatlah bahwa tak seorang tukang bakso pun pernah takut menjadi tukang bakso. Apakah Anda merasa lebih pemberani dibanding tukang bakso? Karena pasti para tukang bakso memiliki keberanian juga untuk menjadi sarjana dan orang besar seperti Anda semua."

Suasana menjadi senyap. Suara ting-ting-ting-ting dari jalan di sisi halaman masjid menusuk-nusuk hati para peserta pengajian.


"Kita memerlukan baca istighfar lebih dari seribu kali dalam sehari," Pak Ustadz melanjutkan, "karena kita masih tergolong orang-orang yang ditawan oleh rasa takut terhadap apa yang kita anggap derajat rendah, takut tak memperoleh pekerjaan di sebuah kantor, takut miskin, takut tak punya jabatan, takut tak bisa menghibur isri dan mertua, dan kelak takut dipecat, takut tak naik pangkat ... masya allah, sungguh kita masih termasuk golongan orang-orang yang belum sanggup menomorsatukan Allah!"